Tujuan pertanian organik

| 25 February 2014
Banyak alasan mengapa produsen (petani) dan konsumen ingin mengembangkan pertanian organik. Mulai dari yang berorientasi proses produksi, keamanan pangan, hingga motif komersial.

Secara umum ada beberapa tujuan dari pengembangan pertanian organik, yaitu:

  • Menghasilkan pangan berkualitas. Pertanian organik menghasilkan pangan organik yang diyakini lebih sehat dan menyehatkan. Pangan organik aman dari zat-zat cemaran berbahaya seperti pestisida, herbisida, fungisida, dll. Beberapa zat berbahaya yang terkandung dalam racun-racun tersebut dituduh memicu berbagai penyakit seperti, kanker, stroke, jantung, dll.
  • Melindungi pelaku pertanian. Proses produksi pertanian organik yang tidak memanfaatkan racun-racun sintetis menghindarkan pekerja pertanian dari paparan zat berbahaya. Kegiatan-kegitan seperti penyemprotan pestisida sangat penuh resiko pagi pelakunya. Paparan zat beracun sangat mungkin terserap dalam tubuh si penyemprot.
  • Melestarikan lingkungan hidup. Penggunaan pupuk kimia diketahui menyebabkan penurunan kesuburan tanah. Tanah menjadi padat dan keras. Selain itu, penggunaan obat-obatan kimia menyebabkan hilangnya kehidupan dalam tanah. Aktivitas biologi tanah terganggu dan tanah tidak bisa memulihkan kesuburannya sendiri. Secara lebih luas lagi, proses pertanian kimia menyebabkan gangguan pada keseimbangan alam.
  • Meningkatkan pendapatan petani. Saat ini, harga produk pertanian organik dinilai lebih tinggi dari produk pertanian konvensional. Produk organik dianggap lebih berkualitas. Sementara itu, pasokannya masih terbatas.
  • Meningkatkan kemandirian petani. Sudah menjadi rahasiah umum bila produksi pertanian banyak ditentukan oleh keadaan diluar keguatan produksi. Selain faktor-faktor alam, petani banyak diombang-ambing oleh ketidak pastian harga dan pasokan saprotan. Dengan pertanian organik, produksi pupuk dan pengendalian hama sangat dimungkinkan dibuat secara lokal. Hal ini membantu melepaskan beberapa faktor ketidakpastian yang menghantui petani.


Konsep-konsep pertanian organik

| 23 February 2014
Banyak pihak telah mengembangkan dan menjalankan pertanian organik. Pengembangannya dilatarbelakangi berbagai motivasi. Praktek pertanian organik ada yang menerapkan standar ketat maupun longgar. Berikut ini kami bahas mengenai beberapa mazhab pertanian organik yang cukup populer.

a. Pertanian naturalis ala Fukuoka

Dikembangkan oleh Masanobu Fukuoka seorang peneliti asal Jepang yang beralih profesi menjadi petani. Fukuoka mempraktekkan pertanian organik di lahannya sendiri. Hasil prakteknya dia tuliskan dalam buku berjudul “Revolusi sebatang jerami”, yang menjadi sumber inspirasi bagi para pegiat pertanian organik.

Konsepnya adalah meminimalkan campur tangan manusia dalam kegiatan bertani. Produksi pertanian diibaratkan sebagai hutan yang menghasilkan. Petani hanya menebar benih, tidak mengolah tanah atau memupuk. Pengendalian hama dilakukan dengan memanfaatkan keseimbangan ekosistem.

b. Gerakan pertanian organik IFOAM

IFOAM merupakan organisasi yang giat melakukan kampanye dan advokasi tentang pertanian organik sejak tahun 1972. Organisasi ini menjadi payung bagi gerakan pertanian organik. Menurut IFOAM terdapat empat prinsip utama yang harus dijalankan dalam mempraktekkan pertanian organik.

Pertama, prinsip kesehatan. Pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkkan makanan bergizi dan bermutu tinggi. Proses produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi harus mendukung peningkatan kesehatan manusia hingga organisme terkecil yang hidup di dalam tanah.

Kedua, prinsip ekologi. Pertanian organik merupakan siklus ekologi kehidupan. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk organik harus sesuai dengan siklus keseimbangan ekologi di alam.

Ketiga, prinsip keadilan. Pertanian organik harus membangun hubungan berkeadilan baik antar manusia maupun dengan mahluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan, mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus memastikan keadilan bagi semua pihak dalam segala tingkatan seperti, petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen.

Keempat, prinsip perlindungan. Pelaku pertanian organik didorong untuk berproduksi secara efesien, tetapi tidak boleh mengorbankan kesehatan dan kesejahteraannya. Penerapan teknologi baru dan teknologi yang sudah ada harus berhati-hati. Pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam mengembangkan dan menentukan pilihan teknologi.

c. Pertanian berkelanjutan ala LEISA

LEISA merupakan kependekan dari Low External Input Sustainable Agriculture, atau kadang-kadang disebut Low External Input on Agriculture (LEIA).  Artinya kira-kira begini, asupan luar-rendah pertanian berkelanjutan. Konsep ini berusaha menekan asupan luar dalam produksi pertanian, termasuk pupuk kimia dan obat-obatan.

Proses pertanian yang berkelanjutan, menurut konsep ini sebisa mungkin harus mengutamakan bahan dasar produksi yang ada disekitar kebun. Seperti untuk pupuk, gunakan pupuk hijau, pupuk kandang, atau kompos yang bisa dibuat secara lokal. Mereka tidak secara tegas melarang penggunaan pupuk kimia dan obat-obatan sintetis dalam produksi pertanian.

d. Orientasi komersial

Seperti diketahui, produk organik dihargai lebih lebih tinggi dibanding produk pertanian konvensional. Bagi sebagian pihak, ini merupakan peluang yang sangat menarik. Mereka berproduksi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasar yang ada.

Biasanya tipe pertanian organik yang dikembangan berorientasi pada produk akhir. Motivasi seperti ini sah-sah saja selama produk yang dihasilkan benar-benar organik, tidak menipu konsumen.

e.  Pertanian organik SNI

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi sistem pangan organik. Standar ini mengatur produk pertanian organik sejak dari proses budidaya, kondisi lingkungan pertanian, pemrosesan, hingga jenis asupan yang diperbolehkan dan dilarang.

Menurut SNI pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.

Selain SNI sistem pangan organik, Kementerian Pertanian juga mengeluarkan Permentan No. 64 tahun 2013 tentang sistem pertanian organik.

Sejarah pertanian organik

| 20 February 2014
Sebelum masa revolusi industri dimana bahan-bahan kimia sintetis belum dibuat secara masal, bisa dikatakan seluruh kegiatan pertanian merupakan pertanian organik. Ide mengenai pertanian organik kembali muncul setelah masyarakat merasakan dampak negatif penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis.

Akibat penggunaan bahan-bahan kimia sintetis dalam pertanian, kesehatan manusia terganggu, lingkungan hidup tercemar dan kesuburan tanah berkurang. Kondisi tersebut membuat manusia menoleh kembali ke cara-cara bertani yang aman dan ramah lingkungan.

Pada tahun 1930-an, seorang pakar tanaman asal Inggris, Sir Robert Howard,menggagas ide pertanian organik. Dalam bukunya yang berjudul An Agricultural Testament, ia mengingatkan kembali akan pentingnya produksi pertanian dengan cara alami. Howard disebut-sebut sebagai bapak pertanian organik karena dianggap sebagai orang yang pertama kali mengilmiahkan cara bertani tradisional yang alami.

Di Indonesia, pertanian organik digagas setelah masyarakat merasakan dampak negatif akibat revolusi hijau di tahun 1970-an. Banyak lahan pertanian, terutama sawah mengalami degradasi kesuburan akibat penggunaan pupuk kimia secara massif. Ekosistem lingkungan pertanian berubah drastis dengan hilangnya keanekaragaman hayati akbiat pestisida. Hama tanaman semakin resisten terhadap obat-obatan, sehingga memicu penggunaan dosis yang lebih besar lagi.

Pertanian organik semakin berkembang dengan semakin terdidiknya konsumen. Kebutuhan akan pangan yang sehat dan lingkungan hidup yang lebih baik membuka pasar bagi pengembangan pertanian organik. Pemerintah pun mulai turun tangan dengan berbagai programnya, mulai dari subsidi pupuk organik, bantuan teknologi, hingga ketentuan mengenai standar pangan organik.

Tanaman kopi yang banyak dibudidayakan

| 18 February 2014
Kopi merupakan salah satu komoditas yang paling banyak diperdagangkan. Mengapa? karena penyuka kopi kebanyakan datang dari negara-negara yang tidak bisa ditumbuhi tanaman kopi.

Negara-negara produsen kopi terbesar adalah Brasil, Kolombia, Vietnam dan Indonesia. Ada juga beberapa negara di Afrika. Namun konsumen kopi terbesar ada di Uni Eropa, Amerika Utara dan Jepang.

Kopi asalnya tanaman liar di hutan-hutan basah. Kopi sangat banyak jenisnya, terdapat ribuan spesies. Namun hanya empat jenis yang dibudidayakan secara meluas. Empat jenis kopi tersebuta adalah
  • Kopi arabika, menguasai lebih dari 70% pangsa pasar kopi dunia.
  • Kopi robusta, menguasai lebih dari 28% pangsa pasar duniia.
  • Kopi liberika, ditanam secara terbatas di Jawa dan Sumetera
  • Kopi excelsa, banyak ditanam ditemukan di daerah gambut di Jambi

Proses seleksi bibit padi

| 15 July 2013

Mengingat begitu pentingnya peranan padi atau beras sebagai makanan pokok, maka bibit padi merupakan jenis tanaman yang amat rentan untuk dikomersialkan. Di bawah ini ada beberapa tahap yang bisa dilakukan untuk menyeleksi bibit padi dan memelihara varietas lokal.

Seleksi bibit

Bibit yang memiliki gravitasi yang kuat lebih tahan terhadap serangan hama. Ada cara yang paling sederhana untuk mengetahui bibit yang memiliki daya gravitasi lebih besar.

  • Tuangkan air seperlunya ke dalam ember 
  • Tuangkan bibit padi ke dalam air, dan keluarkan bibit padi yang terapung.
  • Isi lagi air ke dalam ember yang lain secukupnya
  • Taruh telor yang bagus ke dalam ember, telor yang bagus akan tenggelam. 
  • Taruhkan garam ke dalam air sambil aduk perlahan-lahan sampai telor terapung di atas permukaan air. 
  • Keluarkan telor yang terapung dan masukkan benih ke dalam air garam. 
  • Keluarkan bibit padi yang terapung dan ambillah bibit padi yang tenggelam. Gravitasi air menjadi 1.13 – 1.17 dengan menambahkan garam. Sedangkan kalau air murni gravitasi hanya 1.0. 
  • Bibit yang tenggelam di bilas dengan air bersih 


Pembasmian kuman atau hama

Bibit yang memiliki gravitasi lebih besar akan lebih tahan terhadap hama. Tetapi untuk lebih memaksimalkannya, perlu juga dilanjutkan dengan langkah-langkah seperti di bawah ini.

  • Didihkan air sampai mencapai 60 derajat celcius.
  • Rendamkan bibit selama 5 menit tentu setelah bibit terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kantongan. Tidak perlu khwatir, bibit tidak akan mati. 
  • Angkat bibit kemudian bilas dengan air dingin. 


Perendaman bibit

Bibit yang sudah dibilas dengan air bersih kemudian direndam ke dalam air sungai atau bak atau bisa juga ember. Akumulasi suhu yang dibutuhkan untuk perkecambahan padi adalah 100 derajat celcius. Suhu air dimana bibit padi akan direndam harus dicek terlebih dahulu. Misalnya bila suhu air 30 derajat celcius, maka bibit padi harus direndam selama 3 hari. (3 hari x 30 C = 100 hari C). Hal yang lain, kalau bibit padi direndam di ember dimana airnya tidak mengalir maka air harus diganti setiap hari sampai harinya tiba untuk diangkat.

Penyemaian 

Setelah bibit padi direndam sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, sebagian besar padi sudah mengeluarkan akar. Ini mengindikasikan, akar padi akan lebih kuat dan aktif menyerap unsur hara/mineral dari dalam tanah. Penyemaian pun sudah bisa dilakukan.

Proses memproduksi bibit sendiri

| 11 July 2013

Melihat dimensi bibit dan benih adalah instrument yang paling sentral dari usaha pertanian, ada beberapa methoda/teknik pemilihan atau seleksi bibit.

Tahap 1. Seleksi Tanaman dan Memberi Tanda
Mengidentifikasi tanaman yang akan ambil bibitnya dan membuat tanda adalah tugas pertama yang harus dilakukan. Memberi tanda ini sangat penting untuk menjamin kesalahan ketika panen. Ciri-ciri tanaman yang akan diberi tanda antara lain :
  • Tanamannya sehat (tidak diserang hama, dilokasi yang sehat)
  • Tanaman hasil panen baik (baik dalam ukuran, bentuk dan warna)
  • Rasanya enak

Tahap 2. Mengambil Bibit
Setelah tanaman yang akan dijadikan bibit diidentifikasi dan sudah tua tibalah waktunya untuk diambil. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatian :
  • Tentukan waktu yang tepat (cukup tua)
  • Ambil bibit pada saat cuaca cerah/baik (hindari dari hujan)

Tahap 3. Menjemur Bibit
Bibit yang sudah diambil harus segera di jemur sesegera mungkin. Ada beberapa bibit yang perlu di cuci seperti tomat, pepaya. Usahakan di jemur di bawah terik matahari.

Tahap 4. Bersihkan dan Perawatan
Setelah kering, membersihkan dan merawatnya sangat bermanfaat. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
  • Pindahkan kotoran, sisa atau bibit yang buruk dan pilih hanya bibit yang bagus.
  • Rawat bibit dengan mencampurnya dengan bahan-bahan untuk mencegah hama.
Bahan-bahan untuk perawatan ini termasuk :
  • Abu kering
  • Daun kering yang mengeluarkan bau menyengat
  • Arang

Tahap 4. Penyimpanan
Setelah dilakukan perawatan, bibit harus disimpan di tempat yang bersih, kering, gelap dan temperatur yang rendah sesegera mungkin. Botol atau tempat dimana udara bisa disimpan sangat baik. Bibit kemudian dicampur dengan kulit padi yang dibakar dan kering, daun-daun kering yang mengeluarkan bau, setelah itu simpanlah di tempat yang gelap, kering dan suhu yang dingin.

Peran benih dalam pertanian organik

| 08 July 2013

Ada beberapa teknologi pertanian organik yang sudah biasa dipraktekkan oleh para petani organik baik di negara luar maupun di Indonesia. Teknologi tersebut antara lain :

Kehidupan berawal dari bibit atau benih dan bibit itu adalah kehidupan. Dalam bibit terdapat gen pembawa keturunan. Kita tidak bisa membayangkan bila bibit telah punah maka keberlanjutan bumi ini akan berhenti. Para ahli memprediksi bahwa terdapat lebih kurang 30 juta spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Namun seiring dengan perkembangan manusia yang selalu ditandai dengan watak ketamakan dan keserakahan, maka diperkirakan terjadi pemusnahan spesies tumbuh-tumbuhan sebesar 1000. Hal ini khususnya terjadi di negara-negara dimana pemerintahannya tidak berpihak pada kepentingan masyarakat dan lingkungan. Maka dengan demikian pada tahun 2000, seperempat dari spesies tersebut telah hilang. Kita tidak bisa membayangkan berapa kerugian yang harus dibayar untuk memulihkannya.

Ada pepatah orang bijak mengatakan “siapa pemilik bibit dia adalah pemilik kehidupan”. Ada muatan idiologis yang terkandung dari pepatah ini. Roh yang menggerakkan kehidupan itu berasal dari bibit. Dalam kaitan ini, aktivitas pertanian tidak bisa terlepas dari bibit. Tanah dan bibit sama-sama memegang peranan penting untuk usaha pertanian. Akan tetapi bisa kita refleksikan potret dunia pertanian kita, sebagian besar petani tidak lagi memiliki bibit. Inilah salah satu dari dampak negatif dari Revolusi Hijau.

Modernisasi pertanian dengan dalil untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan akhirnya meminggirkan bibit-bibit lokal milik petani. Hati kita masih cukup terluka ketika rezim “Soeharto” berkuasa, petani menjadi alat pendukung utama orde baru. Pemaksaan menanam bibit unggul khususnya padi telah mengakibatkan hilangnya bibit padi kita sekitar 8.000 spesies dan saat ini menjadi milik IRRI.

Melihat betapa bibit memiliki fungsi yang amat strategis dan tidak bisa dipisahkan dari usaha pertanian, maka solidaritas petani untuk melestarikan bibit lokal amat mendesak untuk dilakukan. Apalagi bila kita cermati trend pertanian di masa perdagangan bebas, perusahan-perusahaan multinasional yang umumnya dipelopori oleh AS akan semakin gencar mencuri bibit-bibit lokal. Methodanya sangat sederhana, petani diprovokasi untuk menanam bibit hibrida atau modifikasi genetik. Gencarnya kampanye maupun demonstrasi penanaman sampai menyediakan tenaga penyuluh biasanya cukup efektif merubah pola pikir petani. Semua perusahaan-perusahaan TNC pintar betul memahami karakter petani kita yang sangat labil dan tidak memiliki idiologi yang kuat.

Upaya mendorong sektor pertanian menjadi sektor komersial lewat management agribisnis membuat petani meninggalkan budaya pertanian yang dimilikinya sebelumnya.

Kalau kita melihat kecenderungan pola konsumsi petani saat ini, maka tidak ada perbedaan yang mencolok dengan pola konsumsi dengan masyarakat di kota. Petani atau orang-orang yang dekat dengan dunia pertanian lebih menyukai jenis-jenis makanan dari luar yang ada hubungannya dengan perusahaan-perusahaan besar seperti KFC, Mcdonal, Coca-Cola, Pizza Hut, dan lain-lain.

Maka sangatlah mengherankan orang-orang desa saat ini lebih menyukai ayam broiler daripada ayam kampung. Dengan demikian animo mereka untuk memelihara ayam kampung/buras juga sangat rendah. Fenomena lain, kalau musim panen tiba misalnya padi, semua padi dijual sampai-sampai belum dinikmati oleh keluarga. Dalam banyak kasus, petani-petani seperti itu akhirnya harus membeli beras kualitas rendah untuk kebutuhan sehari-hari. Ini merupakan contoh, betapa hegemoni uang menjadi bagian yang paling menonjol dari sisi kehidupan kita.

Padahal idealnya pertanian itu adalah budaya. Haram kalau motif-motif ekonomi atau mencari untung semata yang mendorong usaha pertanian itu. Prinsip yang paling dasar adalah bagaimana memproduksi makanan untuk kebutuhan sendiri dan keluarga petani (self sufficiency). Kemudian kalau ada surplus baru dijual untuk memenuhi kebutuhan lain. Petani yang berdaulat adalah petani yang berdaulat secara pangan. Petani yang berdaulat secara pangan adalah petani yang mandiri dan kuat. Hanya petani yang seperti inilah yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial lewat gerakan sosial (social movement).

Memproduksi bibit sendiri oleh petani adalah salah satu langkah menuju petani yang mandiri. Kalau saat ini perusahaan-perusahaan yang memproduksi bibit gencar melakukan demontrasi pertanian yang diikuti dengan tingginya penggunaan pupuk kimia, pestisida, fungisida dan bahan-bahan kimia lainnya maka petani harus melawannya dengan tidak membeli produk sama sekali. Ada beberapa kelemahan bila petani terjebak membeli atau menanam bibit-bibit komersial :

1. Tidak dapat dipercaya dan kualitasnya rendah
Sebagian besar petani yang merasakan pengalaman pahit ketika mereka membeli bibit komersial. Disamping kualitasnya rendah kadang-kadang tidak benar. Misalnya petani membeli bibit kol akan tetapi setelah ditanam ternyata yang tumbuh sawi. Petani juga menderita karena bibit terlambat tumbuh, hasil panen rendah, terkontaminasi penyakit, kadaluarsa, banyak yang busuk dan lain-lain.

2. Kemampuan adaptasi rendah
Kemampuan adaptasi suatu bibit tanaman adalah sangat penting pada pertanian ekologis. Sebagian besar bibit hibrida (F1) memiliki kemampuan adaptasi yang sangat rendah. Bibit hibrida dikembangkan pada badan-badan penelitian atau perusahan pertanian yang memproduksinya. Kedua organisasi ini sama-sama menggunakan perangsang perkembangbiakan dengan menggunakan bahan-bahan kimia pertanian. Mereka tidak pernah menaruh perhatian terhadap pupuk organik sehingga sifat dari bibit yang diproduksi telah berubah dan hanya mampu beradaptasi dengan pupuk kimia.

Semua bibit-bibit dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang tidak sebenarnya (artificial) pada beberapa generasi. Oleh karena itu, jika petani menanamnya sebagian besar bibit tidak akan tumbuh atau rusak karena rendahnya adaptasi apalagi menggunakan pupuk organik. Sebagian besar bibit-bibit komersial saat ini berasal dari perusahaan-perusahan besar dari AS, Jepang, Jerman, dimana iklimnya sudah berbeda dengan Indonesia.

3. Harganya Mahal
Harga bibit komersial bagi petani tidaklah murah. Jika dibandingkan dengan bibit local, bibit-bibit hibrida atau komersial lebih mahal sekitar 3 – 5 kali lipat dari harga bibit lokal. Dengan demikian imput yang dibutuhkan untuk usaha pertanian menjadi lebih mahal. Padahal tingginya harga bibit biasanya tidak diikuti dengan tingginya harga hasil panen.

Ketidakadilan ini membuat akan membuat petani semakin tergantung apalagi bibit hibrida biasanya tidak bisa dijadikan bibit lagi. Ironisnya trend ke depan ini, perusahaan-perusahaan besar saat ini sedang bergumul untuk memproduksi bibit bunuh diri untuk semua produk pertanian. Prioritas pertama adalah untuk bibit-bibit yang berkaitan dengan makanan pokok (staple foods) seperti padi, kedelai dan jagung.

4. Persedian terbatas
Logika economi acap kali merugikan petani yang sudah tergantung terhadap bibit komersial. Permainan ekonomi dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan harga. Misalnya, petani di dataran tinggi membutuhkan bibit wortel, kol, bunga kol, brocoli. Maka ketika musim tanam tiba, seringkali bibit tersebut amat langka ditemukan di pasar. Bila ada, harganya pun sangat mahal. Hal ini tentu saja menjadi masalah yang serius bagi petani. Kehidupan berasal dari bibit, maka karena terganggunya pasokan bibit maka kehidupan tanaman dan kehidupan petani menjadi terganggu.

Walaupun saat ini petani kurang menyadari betapa pentingnya bibit dalam usaha pertanian, upaya-upaya pelestarian (konservasi) dan perlindungan bibit-bibit lokal sangat penting. Alasan yang paling utama, bibit lokal atau tanaman-tanaman lokal amat memegang peranan penting untuk memperkaya keanekaragaman hayati khususnya pada tanaman pangan. Perusahaan-perusahan multinasional juga amat menyadari betapa pentingnya peranan bibit lokal.

Karena ketika mereka mengembangkan bibit-bibit hibrida atau komersial, mereka amat membutuhkan bibit lokal. Oleh karena itu mereka terus-menerus secara gencar mencari dan mengumpulkan bibit-bibit lokal dari berbagai negara khususnya dari negara-negara tropis. Maka kita tidak bisa membayangkan bagaimana kelak nasib pertanian kita, bila semua bibit yang akan ditanam oleh petani berasal dari hibrida atau perusahaan pertanian.

Teknologi pertanian organik

| 04 July 2013

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertanian organik mulai banyak dibicarakan. Bahkan ada sebagian artis saat ini mulai menggeluti pertanian organik sebagai hobby dan menjadikannya sebagai trend. Mereka menyakini, dengan pertanian organik umur menjadi lebih panjang dan sehat. Hal ini cukup berasalan, karena penelitian terbaru mempublikasikan bahwa petani memiliki angka rata-rata hidup tertinggi dibandingkan profesi lainnya.

Lebih lanjut dikatakan, bahwa orang yang sehari-harinya bersentuhan dengan perawatan anak, pertanian, peternakan meliki usia hidup lebih lama dibandingkan pekerjaan lain. Oleh karena itu pula, angka rata-rata hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Akan tetapi ada kecenderungan bahwa informasi tentang pertanian organik sangat terbatas khususnya hanya pada kalangan ilmuwan, aktivis ornop, kampus dan artis. Bagi petani sendiri, pertanian organik masih merupakan sesuatu yang langka.

Ironisnya, bahwa pengusaha-pengusaha di sektor agribisnis mulai melirik pertanian organik menjadi usaha yang menguntungkan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki menjadi modal untuk segera mempraktekkan pertanian organik. Tidak kalah gencarnya banyak perusahaan-perusahaan besar mulai menangkap kecenderungan ini dengan memuat label-label “organik” pada kemasan bahan-bahan kimia yang diproduksi. Kalau situasi tetap eksis, maka petani tidak akan lepas dari belenggu penindasan dan penghisapan yang sistematik.

Melihat demikian kaburnya terminologi atau istilah pertanian organik, maka di buat semacam standard defenisi pertanian organik khususnya dalam aspek teknologi. Teknologi pertanian organik ialah teknologi atau teknik yang lahir dari pengalaman petani dalam usaha pertanian dimana petani secara mandiri mengolah atau menciptakan semua asupan-asupan yang dibutuhkan untuk usaha pertanian. Kesemua asupan-asupan itu antara lain pupuk, bibit, pestisida dan fungisida.

Dengan demikian kalau saat ini banyak perusahaan-perusahaan besar memproduksi pupuk maupun pestisida dengan label organik sebaiknya petani tidak mempercayai begitu saja. Sepanjang motif ekonomi (mencari untung) yang dominan dari suatu produk maka selama itu pula kita harus meragukannya. Oleh karena itu petani harus percaya diri dengan kemampuan alam dan kemampuan sumber daya manusia yang dimilikinya. Tidak ada yang lebih jujur dan setia daripada alam itu sendiri.

Oleh karena teknologi pertanian organik berasal dari pengalaman-pengalaman petani, maka riset dan publikasi di bidang pertanian organik sangat kecil apalagi di negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi di negara-negara maju seperti Jerman, Inggeris, Prancis, Swedia, Jepang, dan lain-lain lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta pada bidang riset dan publikasi pertanian organik mulai tumbuh.

Dalam kasus Jepang misalnya, sudah ada lembaga yang khusus meneliti kadar residu kimia yang dikandung setiap jenis sayur-sayuran khususnya sayur import. Publikasi asal dan jenis sayur yang melampaui batas yang ditetapkan akan segera dipublikasi secara luas ke masyarakat. Dengan demikian, kesadaran masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi makanan dengan residu kimia sudah tinggi. Filsafat memelihara tubuh jauh lebih baik daripada memperbaiki atau mengobati sudah menjadi nilai hidup.

Perbedaan ekosistem pertanian dan ekosistem hutan alam

| 01 July 2013

Keanekaragaman 

Salah satu perbedaan yang kontras antara ekosistem pertanian dengan ekosistem hutan alam adalah jumlah dan jenis tanaman ataupun hewan. Hutan alam memiliki jumlah dan jenis tanam-tanaman yang banyak. Sementara pertanian hanya memiliki jumlah dan jenis tanam-tanaman yang sangat terbatas. Bahkan dalam perkembangan, dalam satu areal pertanian hanya ditanami satu jenis tanaman (mono cropping system). Hal ini tentu saja tidak efektif dalam segala aspek apalagi kalau kita berbicara soal keanekaragaman hayati.

Ternyata revolusi hijau (green revolution) juga berhasil memiskinkan jumlah tanaman yang semula dimiliki petani. Sebagai contoh, petani saat ini cenderung memilih menanam tanam-tanaman keras seperti kelapa sawit, coklat, karet, kopi, kelapa karena dianggap lebih menguntungkan dari aspek ekonomi. Aspek-aspek lain seperti kerusakan struktur tanah, ekonomi biaya tinggi, kedaulatan pangan (food sovereignty), kelestarian lingkungan tidak lagi penting.

Areal  pertanian yang ditanami hanya satu atau dua jenis tanaman saja akan menghabiskan jenis unsur hara yang sama dalam tanah. Konsekuensinya petani harus terus-menerus melakukan pemupukan agar produksi bisa dipertahankan. Tetapi dalam berbagai kasus tingkat kesuburan tanah akan terus-menerus menurun walaupun pemupukan secara kimia terus-menerus dilakukan. Hal ini cukup beralasan karena semua pupuk kimia yang komersialkan bentuknya adalah palsu, dampaknya hanya sementara dan mengakibatkan ketergantungan pada tanaman. Akibat lainnya pupuk kimia sangat bertentangan dengan mahluk hidup yang ada di dalam tanah dalam hal ini mikro-organisme.

Dari aspek ekonomi, pertanian dengan satu jenis tanaman kurang menguntungkan. Karena akses petani terhadap pasar sangat lemah, maka harga produk pertanian sangat labil (fluktuative). Dalam kondisi seperti ini, petani selalu dipihak yang kalah. Maka tidak ada jalan lain selain pasrah terhadap system penghisapan pasar ini. Padahal kalau petani memiliki berbagai hasil pertanian dan masa panennya berbeda-beda, petani bisa mengurangi kerugian dengan cara menunda untuk menjual atau memprosesnya ke dalam wujud lain sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Persoalan Hama

Hampir bisa dikatakan tidak ada persoalan hama di hutan alam. Tidak akan pernah kita menemukan satu jenis tanaman diserang hama dan sampai merusak seluruh tanaman yang ada di dalam hutan. Sebaliknya di areal pertanian, permasalahan hama menjadi sangat serius dan tidak jarang mengakibatkan kegagalan panen. Petani biasanya menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama. Tetapi dalam beberapa kasus, hama tidak kunjung reda karena sudah banyak yang kebal.

Keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan di hutan mengakibat, semua mahkluk hidup membangun mata rantai yang erat sehingga satu sama lain saling membutuhkan dan dengan sendirinya populasinya terkontrol karena hukum alam (nature rule).

Kesuburan Tanah

Berbicara tentang kesuburan tanah, hutan alam memiliki system perawatan dan penjagaan kesuburan tanah yang paling ideal. Kesuburan tanah secara alamiah meningkat dan berlangsung terus-menerus. Tidak terjadi kelihangan unsur hara atau mineral. Hal ini disebabkan karena mata rantai makanan (nutrient cycle) terus berlangsung. Pasokan daun-daun yang jatuh serta kotoran hewan bercambur di tanah, kemudian mikroorganisme mengubah bentuknya menjadi unsur hara.

Lewat mekanisme ini, penghematan penggunaan unsur hara juga secara otomatis terjadi. Sebaliknya, penurunan tingkat kesuburan tanah adalah permasalahan utama di sector pertanian. Mata rantai makanan sama sekali tidak terjadi di areal pertanian. Jumlah bio-massa dari sisa-sisa tanaman di sector pertanian sangat kecil atau boleh dikatakan tidak ada. Hal ini mengakibatkan tingkat kesuburan tanah terus-menerus menurun. Belum lagi disebabkan factor lain seperti erosi yang mengakibatkan pengikisan lapisan atas tanah (top soil) sehingga banyak unsur hara yang hilang dibawa air hujan.

Produksi Bio-massa

Diagram di bawah ini menunjukkan hutan mampu memproduksi biomassa yang sangat besar. Besarnya hampir dua kali lipat dari jumlah bio-massa di areal pertanian. Penyebab utamanya adalah struktur dari lapisan atas tanah dan tidak terganggunya mata rantai makanan. Penyebab lain karena hutan alam mampu mempergunakan secara maksimal energi seperti matahari, air hujan, udara dan lain-lain. Aspek lain yang lebih penting karena pasokan untuk keberlangsungan mata rantai makanan terus terjaga.

Sementara di areal pertanian, ekosistem yang ada di dalamnya tidak mampu mempergunakan secara maksimal energi dari alam. Bahkan mata rantai makanan dalam skala kecil juga terganggu karena petani biasanya membakar sampah sisa tanaman (waste crops) atau mengeluarkannya dari areal pertanian. Kesuburan tanah akhirnya terus-menerus berkurang dan akhirnya tidak seimbangan dengan persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Hal ini yang menyebabkan perbedaan yang luar biasa antara ekosistem pertanian denga ekosistem hutan alam dilihat dari produksi (hasil).

Tingginya eksternal imput di areal pertanian (pupuk kimia, pestisida, herbisida, fungisida, insektisida, bibit) tidak signifikan terhadap hasil. Sementara hutan alam tidak membutuhkan eskternal imput sama sekali akan tetapi unggul dari segi hasil.

Sekilas tentang ekosistem hutan alam

| 27 June 2013
Ekosistem hutan alam adalah ekosistem yang paling lengkap dan sempurna. Kita dapat menemukan berbagai jenis tanam-tanaman, hewan dan mikro-organisme. Mahluk hidup (biotic) dan mahluk mati (abiotik) eksis dalam hubungan tertentu serta keseimbangan tertentu. Kesemua ini berinteraksi dalam satu mata rantai ekosistem yang tidak bisa dipisahkan.

Hubungan yang indah dan harmonis ini sulit kita temukan pada areal pertanian karena adanya ekosistem yang terputus. Misalnya petani umumnya menggunakan pestisida untuk membutuh hama yang menyerang tanamannya. Petani kurang menyadari akibat tindakan ini muncul persoalan baru yaitu terganggunya siklus mahluk hidup musuh alami. Maka akibat yang lebih parah adalah meningkatnya populasi satu jenis hama seperti tikus, sementara populasi ular menurun bahkan tidak ada sama sekali. Demikianlah seterusnya sehingga persoalan di sector pertanian tidak habis-habisnya.

Mata rantai makanan (regenerasi sistem)

Dalam system ekologi seluruh mahluk hidup dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar : produsen, konsumen dan decomposer. Hal yang penting adalah memahami hukum interaksi antara produsen, konsumen dan decomposer dengan mahluk mati lain seperti matahari, air, mineral dan lain-lain. Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan yang erat dan tidak dapat dipasangkan antara ketiga komponen besar ini.

Tumbuh-tumbuhan dikategorikan sebagai produsen karena memiliki daun hijau yang mengandung klorofil. Tumbuh-tumbuhan juga memproduksi makanan (karbohidrat) untuk dirinya dan kebutuhan-kebutuhan lain dengan menggunakan energi sinar matahari (satu-satunya energi dari luar) dan menyerap vitamin (mineral, air, karbon dioksida dan lain-lain), proses ini dinamakan proses photosintesis. Yang menjadi catatan penting adalah tak satupun mahluk hidup yang mampu memproduksi makanan sendiri selain tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itulah tumbuh-tumbuhan dinamakan produsen.

Konsumen adalah hewan ataupun manusia dimana hidup dengan memakan karbohidrat dari produsen baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsumen di golongkan ke dalam 4 kelompok yaitu konsumen tingkat pertama yang terdiri dari ulat, hama, lembu, kerbau, kambing, dan lain-lain. Kelompok mahluk hidup ini juga dinamakan herbivore karena memakan langsung karbohidrat yang diproduksi oleh produsen. Konsumen tingkat ke-2 dinamakan karnivora yang terdiri dari : katak, laba-laba, dan lain-lain. Konsumen tingkat ke dua ini memakan langsung konsumen tingkat pertama. Konsumen tingkat ke-3 juga dinamakan

Carnivora yaitu ular, dimana memakan langsung hewan pada konsumen tingkat ke-2. Sedangkan konsumen tingkat ke-4 atau sering dinamakan top karnivora terdiri dari elang, singa dan harimau. Konsumen tingkat tertinggi ini memakan langsung konsumen pada tingkat ke-3. Bisa dikatakan tidak ada lagi hewan yang memangsa konsumen tingkat tertinggi ini kecuali karena proses alam harus mati. Akan tetapi kasus yang paling umum, keserakahan manusia menyebabkan terganggunya siklus hidup mereka misalnya karena diburu.

Dari siklus ini dapat kita saksikan semua mahluk hidup memiliki interaksi yang harmonis dalam suatu keseimbangan ekosistem. Satu mata rantai mahluk hidup saling berhubungan dengan yan lain dan tidak ada yang dirugikan.

Dekomposer (pengurai) dalam hal ini adalah mikroorganisme (jamur, bakteri, cacing, virus, dan lain-lain). Mikro-organisme hidup denga memakan bahan-bahan organic seperti sisa-sisa tanaman (waste crops or products), daun jatuh, bangkai hewan, kotoran hewan, dan bahan-bahan organic lainnya. Literatur terkini memperlihatkan bahwa dalam 1 gram tanah yang subur terdapat jutaan mikro-organisme yang hidup ( lebih dari 100.000.000,-). Adapun fungsi utama dari mikro-organisme adalah untuk mengubah bahan-bahan organic menjadi humus melalui proses pelapukan, penguraian dan mineralisasi. Humus sangat penting untuk membentuk dan meningkatkan kesuburan tanah. Mineral kemudian akan diserap oleh tumbuh-tumbuhan sebagai makanan utama.

Dari diagram tersebut dapat kita lihat bila populasi mahluk hidup meningkat maka pasokan bahan-bahan organic juga akan meningkat dan tentu saja akan meningkatkan kesuburan tanah. Semua mahluk hidup dan benda mati berinteraksi di alam secara sempurna, tidak ada yang tidak berguna dan semuanya bermanfaat. Semua mahluk hidup juga terikat dalam suatu hubungan yang saling membutuhkan dan mendukung. Sebagai contoh : jika pasokan bahan-bahan organic ke dalam dalam tanah berhenti, maka mikro-organisme menjadi pasif dan tanah menjadi tidak subur, tumbuh-tumbuhan pun akhirnya tidak berkembang dengan baik. Rendahnya produksi tumbuh-tumbuhan secara otomatis akan mengakibatkan menurunnya populasi hewan (konsumen).

Piramida ekologi

Piramida ekologi adalah perspektif lain dari hubungan dan keseimbangan antara mahluk hidup khususnya konsumen dan bagaimana alam mengontrol dan menjaga keseimbangan jumlah dari setiap kelompok khususnya konsumen. Bentuk dari piramida di bawah ini menunjukkan alokasi dari jumlah (dari bawah ke atas dan dari besar ke kecil).

Sebagai contoh, dikatakan sebagai hama yang berbahaya adalah konsumen pada tingkat pertama (herbivore) dimana tumbuh-tumbuhan menjadi makanannya secara langsung. Akan tetapi populasi hama tersebut dikontrol oleh konsumen pada tingkat ke dua (burung, katak dan laba-laba). Oleh karena itu, ulat atau hama tidak akan mampu menghabiskan tumbuh-tumbuhan sampai mati atau tidak berbuah samasekali. Konsumen tingkat ke-2 dimakan oleh hewan konsumen tingkat ke-3. Konsumen tingkat ke-3 dimakan oleh oleh konsumen tingkat tertinggi. Dengan rumus ini, jumlah setiap mahluk hidup berada pada keseimbangan ekosistem. Populasi mereka adalah terbatas karena dikontrol oleh hukum keseimbangan ekologi. Atau dengan kata lain, dari piramida ekologi di atas bahwa jumlah mahluk hidup pada setiap tingkatan ditentukan oleh jumlah mahluk hidup pada tingkat yang lain. Jika jumlah produsen meningkat maka secara otomatis jumlah konsumen juga akan meningkat. Demikian sebaliknya, jika jumlah produsen menurun maka jumlah konsumen juga akan menurun.

Proses interaksi (memakan dan dimakan) antara produsen dan konsumen ini dinamakan rantai manakan (nutrient cycle). Semua mekanisme ini akan berlangsung selama-lamanya kalau tidak dirusak oleh manusia. Tetapi dalam beberapa kasus, manusialah sebagai factor penentu/kunci menjaga keberlangsungan ekosistem. Misalnya saja penduduk yang memburu ular dimakan atau diambil kulitnya akan berdampak negatif meningkatkan populasi tikus. Demikian pula jika penduduk memburu katak untuk dimakan atau kakinya dieksport maka populasi ulat atau hama akan meningkat secara tajam dan tentu saja akan berakibat negatif pada tanaman.