Prinsip dasar pembuatan pupuk organik berkualitas

| 29 April 2013
membuat pupuk organik
Pelatihan membuat pupuk organik di Demplot Pertanian Organik SPI, Desa Cibeureum, Bogor.
Pupuk organik merupakan pupuk yang bahan baku utamanya berasal dari sisa makhluk hidup yang telah mengalami proses penguraian/pembusukkan oleh mikroorganisme. Pupuk jenis ini memiliki kelebihan yang tidak dapat ditandingi oleh jenis pupuk lain yaitu mampu memperbaiki struktur tanah. Pupuk organik banyak ragam dan macamnya, mulai dari pupuk hijau, kompos, bokashi, pupuk hayati, hingga pupuk organik berbentuk cair dan granul.

Berikut adalah beberapa hal kritis yang harus diperhatikan dalam membuat pupuk organik:

Bahan Baku
Semakin bervariasi bahan baku, semakin kecil ukuran bahan, kondisi yang masih segar dan kering akan membuat kualitas pupuk organik yang dihasilkan semakin baik. Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat pupuk disesuaikan dengan kapasitas limbah organik yang ada pada suatu wilayah tertentu.

Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

Untuk meningkatkan kualitas pupuk organik, disamping bahan utama perlu juga ditambahkan bahan-bahan lain untuk memperkaya kandungan unsur hara dan menetralisir logam-logam berat yang mungkin terkandung dalam limbah organik penyususn pupuk. Antara lain enceng gondok, arang bathok kelapa, susu kadaluarsa dan air cucian beras pertama.

Proses pembuatan
Disamping bahan baku yang digunakan, proses pembuatan pupuk organik juga menentukan kualitas pupuk yang dihasilkan. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses pembuatan pupuk organik antara lain :

1. Jenis, jumlah dan kualitas mikroorganisme
Keberadaan dan aktivitas mikroorganisme menentukan proses pembuatan pupuk. Semakin bertambahnya jenis dan jumlah mikroorganisme diharapkan proses fermentasi semakin cepat dan kulitas pupuk yang dihasilkan semakin bagus.

2. Aerasi
Proses pembuatan pupuk (pengomposan) yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

3. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pembuatan pupuk (pengomposan). Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

4. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

5. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

6. Derajat keasaman ( pH)
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.